PERBEDAAN LATIHAN DI CUACA PANAS DAN DINGIN
Latihan Di Tempat Panas
Manusia memiliki kemampuan untuk
melakukan latihan di tempat yang panas dan dingin meskipun untuk itu harus
berjuang lebih berat jika dibandingkan dengan latihan pada suhu normal. Tubuh
kita dapat mentoleransi perubahan suhu yang terjadi di lingkungannya karena
memiliki kemampuan untuk mengontrol suhu tubuh. Ketika suhu lingkungan dingin,
kita dapat memelihara suhu tubuh dengan meningkatkan produksi panas tubuh dan
memakai pakaian berlapis. Ketika suhu lingkungan panas, tubuh kita akan
meningkatkan pengeluaran panas dengan mengeluarkan keringat, meningkatkan
aliran darah ke kulit, dan dengan melepasakan atau meminimalkan pakaian yang
digunakan.
Peningkatan suhu lingkungan mengurangi
gradien suhu yang berkenaan dengan panas antara suhu lingkungan dan suhu
permukaan kulit dan antara suhu permukaan kulit dan suhu inti tubuh. Semua hal
tersebut menahan pelepasan dari tubuh. Kita sudah mengetahui bahwa suhu tubuh
dapat meningkat, ketika suhu dari lingkungan lebih tinggi dibanding suhu dari
kulit. Selain itu juga, peningkatan kelembaban dapat menghadirkan suatu
penghalang terjadinya pelepasan panas tubuh melalui mekanisme evaporasi.
Seperti yang sudah didiskusikan sebelumnya, hal tersebut dilakukan dengan
menurunkan gradien tekanan uap antara kelembaban udara dan kelembaban pada
kulit kita (melalui keringat).
Kondisi suhu dan kelembaban tinggi
dapat mendatangkan suatu tantangan berat untuk proses pengaturan panas pada
seorang dalam olahraga tertentu. Kondisi semacam itu, kemungkinan penghantaran
dan penguapan panas sangat terbatas.
Keterbatasan ini dapat digunakan khususnya untuk membuat intensitas
latihan. Dalam kondisi semacam itu dalam beberapa hal merusak penampilan
seseorang:
- Aliran darah ke kulit setingkat dalam rangka mengurangi aliran darah yang menuju ke otot yang sedang bekerja. Hal ini dapat menganggu pelepasan oksigen ke otot ini, sehingga membatasi metabolisme aerobik.
- Tingkat pengeringan yang tinggi sekali mungkin mengakibatkan dehidrasi yang diketahui dengan sendirinya merusak penampilan daya tahan.
- Kemampuan yang terbatas untuk menghilangkan panas yang perlu untuk mempertahankan keseimbangan panas dengan cara mengurangi produksi panas metabolis yaitu dengan cara mengurangi intensitas latihan.
Pernyataan
tersebut diatas umunya mengingatkan bahwa kapasitas olahraga dengan waktu yang
panjang, dengan intensitas sedang sampai tinggi pada saat kondisi panas dan
atau lembab akan merusak seseorang. Pengalaman menunjukkan bahwa sesungguhnya
penampilan olahraga ketahanan tidak pernah terjadi dalam lingkungan panas.
Tujuannya agar pelatih dan seseorang mengenal keterbatasan ini dan merencanakan
yang sesuai bagi mereka. Pelatih jangan mengharapkan penampilan puncak
seseorang ketahanan dalam kondisi tekanan panas.
Aklimatisasi Terhadap Panas
Toleransi
terhadap panas meningkat dengan aklimatisasi. Diperlukan cukup waktu untuk
terjadinya hal ini bila seseorang harus melakukan olahraga di tempat panas,
setelah bermukim di tempat dingin. Proses ini meningkatkan respons sirkulasi
dan pengeringatan yang memfasilitasi pembuangan panas dan memperkecil
peningkatan suhu tubuh. Secara khusus,
aklimatisasi dicirikan oleh meningkatnya efisiensi mekanisme pengeringatan.
Perbaikan kapasitas berkeringat dan kemampuan berkeringat lebih awal adalah
gejala umum, disertai dengan distribusi keringat yang lebih merata pada
permukaan tubuh. Mekanisme ini meningkatkan perbedaan suhu antara inti tubuh
dengan bagian perifernya dan dengan demikian memungkinkan pembuangan panas
dengan aliran darah yang lebih sedikit ke kulit. Bersamaan dengan itu aliran
darah yang lebih besar dalam otot selama kerja memungkinkan penyediaan daya
secara lebih aerobik. Dengan demikian orang yang telah beraklimatisasi, selama
kerja submaximal yang intensif membentuk asam laktat yang lebih sedikit dan
dengan demikian durasi kerja jadi memanjang.
Selama
tes toleransi (dengan latihan standar) terhadap panas, orang yang telah
beraklimatisasi akan memperlihatkan stabilitas sirkulasi (frekuensi nadi
berkurang) dan pengurangan suhu tubuh. Volume plasma yang dilaporkan meningkat
selama aklimatisasi mungkin sekali yang berperan dalam pengaturan stabilitas
sirkulasi, yang juga disertai konservasi garam oleh ginjal maupun kelenjar
keringat. Bila seseorang sedang menjalani proses aklimatisasi, maka keringat
secara progresif kandungan garamnya menjadi lebih sedikit, artinya keringat
secara progresif menjadi lebih hipotonis. Tetapi proses aklimatisasi terhambat
oleh dehidrasi, dan oleh karena itu untuk terjadinya adaptasi yang optimal,
pemulihan keseimbangan air harus sudah sepenuhnya selesai setiap kali akan
melakukan latihan di tempat panas.
Umumnya
orang sependapat bahwa untuk kerja sedang dengan durasi 60-90 menit/hari di lingkungan
panas, maka aklimatisasi lengkap akan terjadi dalam waktu ±satu minggu. Besar
dan kecepatan dari de-aklimatisasi dan re-aklimatisasi agaknya juga tergantung
kepada tingkat kebugaran jasmani yang bersangkutan.
Latihan
intensif di tempat sejuk sangat meningkatkan respons termoregulasi tetapi tidak
akan menghasilkan aklimatisasi penuh seperti yang terjadi bila latihan
dilakukan di lingkungan panas. Tetapi peningkatan suhu rectal sampai mendekati
40°C dalam latihan lari interval memang menjadi perangsang untuk peningkatan
respons sirkulasi dan termoregulasi yang merupakan ciri khas orang yang telah
beraklimatisasi.
Prosedur
penambahan lapisan pakaian extra selama persiapan menghadapi event di tempat panas telah diteliti sebagai
cara untuk meningkatkan aklimatisasi. Tetapi sekalipun menyebabkan terjadinya
peningkatan respons termoregulasi pada setiap sessi latihan, praktek itu hanya
memberikan hasil yang terbatas sebagai satu metode aklimatisasi artificial
(Dawson & Pyke 1988).
Pakaian
Pendinginan
evaporatif menjadi sangat terhambat oleh pakaian yang impermeable. Satu
mikroklimat yang lembab terbentuk antara kulit dan pakaian, yang meningkatkan
suhu kulit disertai pengeluaran keringat yang banyak dan kehilangan cairan
tanpa pendinginan evaporatif yang cukup.
Perlengkapan
yang digunakan pada American football menghambat pengaturan suhu tubuh. Sifat
penghalang pembuangan panas dari pakaian seragam, menghambat evaporasi keringat
dan berakibat meningkatnya suhu kulit di daerah yang tertutup pakaian; juga
terjadi kenaikan suhu rectal, kecepatan pengeluaran keringat dan frekuensi
denyut nadi dibandingkan dengan bila hanya memakai pakaian pendek, atau pakaian
pendek dengan beban tambahan di punggung (ransel) yang beratnya sama dengan
berat seragam itu. Juga terdapat penurunan suhu rectal yang lebih lambat pada
masa pemulihan bila tetap memakai seragam tersebut (Mathews et al. 1969). Oleh
karena itu dibuat penelitian dengan menanggalkan seragam tersebut untuk
mempercepat proses pendinginan setelah latihan berat di lapangan. Dari hasil
penelitian ini dibuatlah kaos dari bahan seperti jaring ikan yang saat ini
banyak digunakan oleh team football di musim panas di Negara Amerika Serikat.
Berbeda
dengan seragam American football yang penting untuk perlindungan tubuh, yang
digunakan di Australia sangat sedikit menimbulkan gangguan masalah panas karena
terbuat dari katun yang teranyam jarang atau dari serat woll, dibandingkan
dengan bila terbuat dari serat sintetik yang teranyam rapat misalnya serat
nylon. Pada hari-hari yang sangat panas, evaporasi dapat diperbesar dengan
menarik kaus keluar dari celana selama masa istirahat untuk memaparkan
permukaan kulit abdomen, punggung dan dada. Jumlah pita protektif yang
digunakan hendaknya di kurangi sampai minimal. Pakaian lengan pendek
memungkinkan permukaan yang luas untuk proses pendinginan evaporatif tetapi
juga meningkatkan kemungkinan terjadinya terbakar matahari. Pada banyak cabang
olahraga, topi merupakan alat pelindung yang sangat bermanfaat terhadap panas
matahari. Pemain-pemain cricket dapat meminimalkan masalah panas ini dengan
menggunakan topi dan pakaian putih lengan panjang yang terbuat dari serat alami
disertai istirahat yang sering untuk minum.
Sweater
karet yang digunakan banyak orang untuk menurunkan berat badan, mempunyai
potensi yang membahayakan dan telah menyebabkan terjadinya kematian oleh karena
heat stroke (Brahams 1988). Walau pengeluaraan keringat sangat banyak, tetapi
ia tidak dapat diuapkan melalui pakaian yang impermeable dengan akibat suhu
tubuh dapat meningkat sampai tingkat yang kritis.
Gejala dan Pertolongan Terhadap Cedera Panas
· Kejang panas (Heat cramps)
Kejang
panas disebabkan oleh karena berkeringat banyak dan lama dan/atau asupan garam
yang tidak cukup. Kejang terjadi pada otot-otot yang aktif. Kejang dapat
disembuhkan dengan istirahat dalam lingkungan yang sejuk, mengganti cairan
(yang mengandung garam),dan menambah-kan garam dalam makanan.
· Pingsan panas (Heat syncope)
Vasodilatasi
perifer yang menyertai suhu lingkungan yang tinggi, diikuti dengan penimbunan
darah di vena-vena, menyebabkan terjadinya gangguan pada sirkulasi. Hal ini
dapat menyebabkan syncope dan collapse, terutama pada usia lanjut dengan tonus
vasomotor yang jelek. Kondisi itu disertai dengan kelemahan, kelelahan dan
hipotensi dan paling sering terjadi segera setelah olahraga oleh karena
terhentinya mekanisme pompa otot. Penyembuhan dilakukan dengan membaringkan
penderita di ruangan yang dingin, meninggikan kaki dan memberinya minum setelah
sadar.
· Kelelahan panas (Heat exhaustion) dan Kegawatan panas (Heat stroke)
Kelelahan
panas dan kegawatan panas merupakan satu kontinum (kesinambungan) yang disebabkan
oleh karena keluar keringat yang banyak dan lama dalam lingkungan panas dengan
asupan cairan yang tidak adekuat atau tanpa waktu aklimatisasi yang cukup.
Gejala-gejalanya adalah pusing, sakit kepala, mual, nadi cepat, suhu tubuh
meningkat dan gangguan koordinasi. Penderita dapat menjadi tidak sadar yang
merupakan tanda kegawatan panas yang berat. Tanda-tanda awal kegawatan panas
yang terjadi pada gerak jalan yang panjang adalah menurunnya secara progresif
kemampuan mengeluarkan keringat, disertai dengan bingung, delirium, collapse,
coma dan kulit yang kering dan panas. Tetapi Sutton et al. (1972) menjumpai
terjadinya kegawatan panas pada lari gembira untuk jangka pendek dengan suhu
rectal 42-43°C, tanpa ada dehidrasi yang jelas pada penderita yang kulitnya
dingin dan lembab, sehigga mengacaukan gambaran klinisnya (Gb 6.3). Pertolongan
harus meliputi upaya segera menurunkan suhu tubuh. Cara terbaik yaitu dengan
memberi cairan intra vena dan kompres dingin.
· Stroke
Terjadi
karena kegagalan sistem pengaturan suhu panas tubuh akibat terkena tekanan
panas yang berlebihan. Gejalan-gejalanya termasuk suhu tubuh yang tinggi, kulit
kering dan panas, tidak terkendali dan tidak adanya kesadaran. Serangan ini
dapat fatal apabila tidak dirawat secara tepat.
LATIHAN DITEMPAT DINGIN
Suatu studi telah memperlihatkan
bahwa ketika seseorang melakukan aktivitas atau berolahraga dalam suhu
lingkungan yang dingin, pada umumnya mereka berlatih pada intensitas tertenntu
yang akan mempertahankan panas tubuh yang dihasilkan oleh proses metabolisme
agar tidak terlalu banyak yang keluar dari tubuh. Oleh karenanya lebih baik
jika aktivitas atau latihan tersebut tidak dilakukan diluar ruangan atau di
alam terbuka. Suhu lingkungan yang dingin tidak secara cepat berpengaruh pada
kesehatan, karena meskipun udara yang dihirup untuk bernafas dingin tidak
membuat jantung membeku. Ketika seseorang melakukan olahraga dengan intensitas
sedang dan melakukan inhalasi udara melalui hidung dari lingkungan dengan suhu
rendah sampai saat mencapai jantung, suhu udara yang dihirup sudah mengalami
perubahan suhu, dan menjadi hangat.
Bila harus melakukan latihan/
pertandingan di luar ruangan atau di alam terbuka, berikut adalah hal-hal yang
perlu diperhatikan:
- Pada saat volume paru-paru tinggi, yang terjadi pada saat olahraga dengan intensitas yang tinggi, ketika seseorang mengkonsumsi udara melalui mulut dan suhu lingkungan sangat dingin, dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada mulut, pharing, trachea dan bahkan bronchus. Hal tersebut dapat dicegah dengan menggunakan penutup hidung dan mulut untuk menahan air yang terkandung dalam ekshalasi pernafasan. Hal tersebut dapat membuat nafas berikutnya lebih lembab dan hangat.
- Meskipun kebanyakan orang mampu melakukan intensitas latihan tertentu untuk mempertahankan pengeluaran nafas, jika kelelahan terjadi pada sesi latihan yang cukup panjang. Intensitas latihan menurun, dari hal tersebut mengurangi kemampuannya untuk memproduksi panas dan menekan pelepasan panas dari tubuhnya. Jika pada kondisi tersebut seseorang tidak menggunakan pakaian yang sesuai dan bisa melindungi tubuhnya, dapat terjadi hypothermia (suhu tubuh yang relatif rendah). Beberapa orang lebih dapat bertoleransi terhadap suhu dingin, seperti mereka yang memiliki lebih banyak massa otot, bertubuh pendek, atau mereka yang memiliki lebih banyak lemak tubuh.
- Sebelum melakukan aktivitas di udara terbuka, pastikan bahwa kecepatan angin masih berada pada kondisi yang nyaman. Kombinasi suhu lingkungan dan kecepatan angin yang bersuhu kurang dari -22°F, merupakan suhu yang berbahaya untuk melakukan latihan. Bila suhu lingkungan sangat rendah, sebaiknya mengadaptasi latihan untuk dapat dilakukan di dalam ruangan.
- Menggunakan pakaian yang tepat adalah hal utama yang mengurangi besarnya persinggungan antara permukaan kulit dengan lingkungan sekitarnya. Selama melakukan latihan, seseorang mengeluarkan keringat, sebaiknya keringat yang dikeluarkan dievaporasikan pada udara disekitarnya. Apabila hal ini tidak terjadi, pakaian justru dapat mempercepat pelepasan panas dengan konduksi dan evaporasi, mengakibatkan kedinginan. Pakaian berlapis sebaiknya digunakan pada kondisi tersebut, lapisan yang terdekat dengan tubuh biasanya terbuat dari bahan fiber seperti polypropylene yang dapat mentransport kelembaban dilepaskan dari permukaan tubuh ke lapisan baju selanjutnya untuk di evaporasi, lapisan kedua sebaiknya bersifat insulator. Di lapisan terluar gunakan jaket yang berfungsi sebagai pemecah angin dan penahan air. 30-40% panas tubuh dapat dilepaskan hanya melalui kepala, oleh karena itu sebaiknya digunakan kacamata dan topi sebagai penahan.
Respon Fisiologis Tubuh saat Latihan Di Cuaca Dingin
Pada kondisi umum, ketika seseorang
berada pada suhu lingkungan yang dingin, tubuh akan menekan pelepasan panas dan
meningkatkan produksi panas sebaik mungkin. Respon fisiologis tubuh saat
melakukan aktivitas olahraga di cuaca dingin secara khusus diibagi menjadi dua,
yaitu: respon fisiologis pada fungsi otot dan respon fisiologis respon
metabolik (Stock, JM., dkk).
Fungsi otot, suhu lingkungan yang
dingin sangat mempengaruhi kinerja otot, (1) sel-sel otot menjadi lemah karena
terjadi perlambatan laju metabolisme, (2) kemampuan pemendekan otot pada
vasokonstriksi dan power otot menurun signifikan, (3) kelelahan otot terjadi
lebih cepat, karena mekanisme kontraksi yang terjadi harus dapat memenuhi dua
kebutuhan fisiologis dalam waktu yang bersamaan, yaitu untuk menghasilkan
energi dan menampilkan performa latihan yang baik, dan pemenuhan kebutuhan
energi untuk mempertahankan suhu tubuh.
Respon metabolik, (1) latihan yang
berkepanjangan menstimulasi tubuh untuk melepaskan hormon-hormon yang
meningkatkan metabolisme lipid yaitu mobilisasi dan oksidasi asam lemak bebas
dalam darah. Saat latihan di cuaca dingin mobilisasi dan oksidasi asam lemak
bebas dalam darah cenderung lebih rendah daripada saat berlatih di suhu
lingkungan normal, tetapi juga meningkatkan pelepasan thyroksin dan
chatecholamine yang merangsang tubuh untuk meningkatkan laju metabolik dengan
“mekanisme menggigil”, menggigil adalah suatu gerakan diluar kontrol sadar
melibatkan kontraksi dan relaksasi otot rangka, dapat meningkatkan laju
metabolik sebanyak 4-5 kali lebih besar dibanding pada kondisi normal, laju
metabolisme yang cepat akan menghasilkan panas lebih besar, (2) paparan pada
suhu lingkungan yang dingin memicu vasokonstriksi pembuluh darah tepi yang
berada pada jaringan subcutan (banyak terdapat jaringan lemak), menyebabkan berkurangnya
aliran darah pada dan dari tempat asam lemak bebas termobilisasi, penurunan
kecepatan sirkulasi di jaringan tepi akan mengurangi kecepatan aliran darah
pada ekstremitas juga permukaan kulit, hal tersebut dilakukan untuk menyimpan
panas agar tetap tertahan pada jaringan dalam tubuh, lemak subkutan sangat
membantu proses penyimpanan panas, karena lemak adalah insulator yang baik (3)
glukosa darah dan glikogen otot memiliki peranan penting pada toleransi tubuh
terhadap suhu dingin dan latihan daya tahan (waktu yang panjang), (4)
hypothalamus akan kehilangan kemampuan mempertahankan suhu tubuh bila suhu
tubuh menurun sampai 34.4°C.
Aklimatisasi Terhadap Dingin
- Paparan suhu dingin pada tubuh dalam jangka waktu yang lama meningkatkan lapisan lemak subcutan
- Beberapa area pada kulit (contoh: tangan) dapat meningkatkan kadar toleransinya terhadap suhu dingin.
- Paparan berulang pada suhu dingin menyebabkan aliran darah perifer dan suhu kulit juga memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap suhu dingin
Pengetahuan
untuk aklimatisasi terhadap dingin, jauh lebih sedikit daripada terhadap panas.
Pakaian
Pakaian
yang bersifat isolator akan memanaskan udara yang terperangkap sekitar tubuh
dan mencegah pembuangan panas melalui konveksi. Satu masalah dalam olahraga
adalah bahwa tebal pakaian harus disesuaikan dengan intensitas olahraga dan
perubahan iklim. Diperlukan lebih banyak pakaian selama istirahat dari pada
selama olahraga di lingkungan dingin,dan selama olahraga ringan dari pada
selama olahraga berat. Kerja yang dua kali lebih berat yaitu dari 3 menjadi 6
METS (1 MET = metabolic equivalent yaitu pemakaian O2 pada istirahat yang
nilainya 3.5 ml/kg/men) yang dilakukan dalam suhu lingkungan 5oC memerlukan
sepertiga tebal pakaian sebelumnya. Selama penjelajahan (hiking) dalam udara
dingin pengeringatan berlebihan harus dihindari oleh karena dapat menyebabkan
terjadinya pendinginan evaporatif yang cepat dan berlebihan pada saat
istirahat. Pada suhu lingkungan di bawah 00C keringat yang masuk ke dalam
pakaian juga dapat membeku sehingga ruang udara (di antara serat-serat pakaian)
menjadi mati karena itu nilai isolasinya menjadi hilang. Pengeringatan dapat
diminimalkan dengan mengurangi tingkat aktivitas dan/atau mengatur pakaian
sesuai kebutuhan. Sifat isolasi pakaian juga menjadi berkurang bila pakaian
menjadi basah oleh sebab-sebab external. Tetapi dengan pakaian dari wol,
masalah ini menjadi berkurang dibandingkan dengan bahan pakaian dari
polypropylene yang lebih mutakhir. Pakaian rangkap yang kedap air penting untuk
menjaga nilai isolasi pakaian di dalamnya, tetapi hendaknya memungkinkan
terjadinya ventilasi seperti misalnya pakaian yang terbuat dari bahan seperti
kulit (cortex type material).
Pakaian
yang memberikan isolasi sesuai dengan intensitas latihan sangat berguna. Jaket
yang terbuka di bagian depan, lebih menyenangkan dari pada pullover. Topi yang
dapat ditarik ke belakang adalah ideal untuk selang waktu antar kegiatan. Tali
untuk pengencang atau pengendur pakaian di leher, pinggang, lengan dan tungkai
dapat mengubah nilai isolasi dengan menyenangkan. Adalah lebih penting untuk
mengisolasi tubuh dari pada extremitas. Rasio tingkat isolasi yang
direkomendasikan adalah 3 untuk tubuh, 2 untuk lengan dan 1 untuk tangan dan
tungkai (Kaufman 1982) dan topi akan mengurangi pembuangan panas dari kepala.
Inaktivitas segera setelah pengeringatan banyak, yang disebabkan oleh karena
latihan berat atau kompetisi dapat mengundang pendinginan yang cepat dan
turunnya suhu tubuh yang dramatis. Hal ini dapat terjadi pada pergantian pemain
setelah permainan dalam team yang intensif atau mungkin oleh karena terpaksa
berhenti dari kegiatan yang bersifat daya tahan. Dalam hal demikian, perlu
persediaan pakaian yang kering dan hangat untuk mencegah menurunnya suhu tubuh.
Pembuangan
panas secara radiasi dapat diminimalkan dengan melipat tubuh dan mengurangi
luas permukaan tubuh yang terbuka. Respons perilaku demikian biasa dijumpai
bila beristirahat di kondisi dingin. Direkomendasikan bagi orang-orang yang
menunggu pertolongan di air dingin hendaknya mengenakan jaket penyelamat dan
melipatkan pahanya ke dada (sikap demikian disebut sebagai HELP: Heat Escape
Lessening Posture =Sikap mengurangi kehilangan panas). Bila dibandingkan dengan
tubuh yang terentang dalam air yang mengalir, sikap HELP telah terbukti secara
signifikan mengurangi kecepatan pendinginan tubuh dan memperpanjang masa hidup.
Hendaknya juga diusahakan untuk sebanyak mungkin mengeluarkan bagian tubuh dari
air, oleh karena pembuangan panas ke udara sangat lebih sedikit dari pada ke
air. Kepala adalah juga tempat pembuangan panas yang cukup besar. Berada dalam
air yang mengalir atau berenang untuk jangka waktu yanglama tidak dianjurkan
bila perenang terancam oleh hipotermia, oleh karena pergerakan lengan
memudahkan pembuangan panas secara konveksi. Keputusan untuk berenang hendaknya
hanya dilakukan bila pantai adalah dekat, dalam hal lain maka menunggu
pertolongan sering merupakan keputusan yang lebih baik (Hayward et al. 1975).
Cedera Atau Penyakit yang dapat Timbul Akibat Suhu yang Dingin
1. Hipotermia
Hipotermia ditandai adanya rasa sangat
lelah, menggigil, kehilangan pengendalian gerak, disorientasi dan menurunnya
kemampuan menilai dan membuat alasan untuk suatu keputusan. Dengan menurunnya
suhu lebih lanjut, menggigil berhenti dan orang kehilangan kesadarannya. Bila
suhu inti tubuh turun di bawah 28°C maka jantung mengalami fibrilasi dan orang
akan meninggal.
Pertolongan pertama terhadap korban
kedinginan adalah meminimalkan pembuangan panas lebih lanjut dan menambahkan
panas kepada tubuhnya. Di lapangan terbuka, penting untuk menempatkan korban di
tempat terlindung yang sebebas mungkin dari angin, meyakinkan bahwa di sana
terdapat isolasi yang memadai terhadap tanah dan mengganti pakaian yang basah
dengan yang kering. Penderita hendaknya dipanaskan secara berangsur di bawah
selimut atau dalam kantung tidur yang telah dihangatkan, dan hendaknya diberi
minum yang hangat dan bergula. Penderita harus tetap dalam keadaan terjaga
sampai suhu tubuhnya kembali normal. Bila penderita tidak sadar maka perhatian
diarahkan kepada jalan nafas dan diberlakukan managemen terhadap orang yang
tidak sadar. Pertolongan di rumah sakit berada di luar bahasan dan untuk
informasi yang lebih rinci, pembaca hendaknya mengacu kepada literatur yang
sesuai.
2. Gigitan beku (Frostbite)
Gigitan beku terjadi karena pendinginan
setempat, tetapi juga oleh karena adanya hipotermia umum yaitu bila suhu inti
tubuh telah turun di bawah 35°C. Jaringan khususnya pada bagian ujung-ujung
tubuh jadi membeku, terbentuk kristal-kristal interstitial dan terjadi exudasi
plasma disertai pembentukan vesikel. Terdapat juga sejumlah perubahan olahdaya
yang dapat lebih memperkuat konstriksi dan iskemia. Bagian tubuh yang paling
rentan mempunyai rasio LPT/MT yang besar yaitu jari-jari tangan dan kaki,
hidung dan telinga. Jaringan misalnya saraf, otot dan pembuluh darah dapat
rusak pada suhu dekat diatas titik beku. Bagian tubuh yang terkena hendaknya
dipanaskan dalam air panas sampai 40°C, sampai mencair dan hendaknya tetap
dipertahankan dingin untuk mengurangi olahdayanya dan meminimalkan radang. Bagian
itu kemudian ditutupi dan penderita dihangatkan dibawah selimut. Di lapangan,
bila ada kemungkinan terjadi gigitan beku ulang, anggota tubuh itu hendaknya
tidak dicairkan, karena jaringan yang mungkin rusak akan jauh lebih besar
daripada bagian tubuh yang tetap dibiarkan beku.
TERIMA KASIH MUDAH - MUDAHAN BERMANFAAT.
Sumber : http://joeniafrizal.blogspot.com/
Comments
Post a Comment